Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Analogi dari Takdir

6 Oktober 2019   16:52 Diperbarui: 6 Oktober 2019   17:00 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: painterlegend.com

Kali ini, berlarik-larik puisi belum jadi, berjajar di laci dan almari
menanti, majas paling tepat dan kekuatan hati paling amanat
untuk membuatnya tamat, bukan sebagai memori paling laknat
atau kenangan yang tidak pernah rekat
namun punya sebenarnya arti, tentang berakhirnya hari
dan dimulainya senja yang nyaris mati

Mengambil petak belum terisi, di ruang-ruang otak yang berapi
lalu menuangkan curah hujan tak seberapa
hingga penuh di dalamnya
asal jangan meluber menjadi airmata
karena jelas itu merusak retina
yang mestinya bisa untuk melihat
di mana tempat paling tepat, menyaksikan purnama lewat

Jalanan yang sepi, lorong-lorong yang cuma dilalui mimpi
adalah arah yang gamang
untuk dijadikan jalan pulang
bagi seekor kunang-kunang
yang tersesat di padang ilalang
sebab pucuk rerumputan terlalu tinggi
dengan lengan tajam yang sanggup melukai

Jalanan yang gaduh, gang-gang kumuh
barangkali lebih memadai
untuk dijadikan tempat bersembunyi dari badai
karena anginpun enggan berpusar
di kota-kota yang selalu gusar
dan lebih memilih menjadi busuk
daripada harus menjadi yang terkutuk

Semua ini, adalah analogi dari takdir
yang seringkali dipelintir, sebagai titik nadir
sehingga orang-orang mengiyakan
ketika menemui patahan-patahan rembulan, di selokan
sebagai keberuntungan
atau ketika menjumpai ceceran sayap elang, berhamburan
di hutan-hutan yang ditinggalkan
sebagai kesialan

Bogor, 6 Oktober 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun