Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Mematuki Bangkai Ibu Pertiwi

25 September 2019   15:45 Diperbarui: 25 September 2019   16:00 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mencandai pagi di emperan negeri Sulawesi
menyaksikan embun masih menari-nari
menyisakan tarian hujan tadi malam
saat berdansa dengan berita-berita kelam
di layar televisi
tentang anak-anak muda yang sungguh berani mati
demi negeri agar tak lagi dikebiri
oleh para pelanun yang mengasah belati
di saat hendak kehilangan kursi
lalu bergegas melarikan diri
banci!

Kalian dipilih bukan diundi
tidak semestinya kalian menggadaikan harga diri
sudah seharusnya kalian malu pada air liur yang terlanjur tumpah
saat berbusa-busa mengucapkan sumpah

Kalian adalah wakil yang dipercaya untuk menjadi tuan dan puan
tidak semestinya kalian bertingkah seperti sekawanan serigala kelaparan
melolong-lolong menyedihkan
ketakutan ditinggalkan rembulan

Kalian duduk di sana bukan karena hadiah
tidak semestinya kalian menjadi pengecut yang payah
kalian adalah orang-orang pintar
tidak seharusnya kalian menjelma menjadi serombongan burung Nazar

Mematuki bangkai negeri ini
bahkan di saat ibu pertiwi belum mati
sungguh kalian ini
tak lebih dari sekumpulan orang-orang banci!

Pasang Kayu, 25 September 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun