Saya mendengar kabar mengenai buku-buku yang dipajang di rak-rak toko sepatu. Saya pikir itu bukan kesalahan. Barangkali itu semua kisah tentang perjalanan.
Selanjutnya saya mendapati berita buku-buku yang memenjarakan para penulisnya di ruang-ruang tanpa cahaya. Saya masih mengira itu juga bukan kesalahan. Mungkin buku-buku itu memang menyasar kegelapan.
Setelah itu saya melihat buku-buku berkeliaran di gang remang dan jalanan yang punya banyak lubang. Tersandung lalu tenggelam dalam selokan. Saya tetap bersikukuh itu bukan sebuah kekhilafan. Bisa saja isi buku-buku itu mengacu pada peliknya perjuangan. Â
Kemudian, mau tak mau saya menghela nafas berulang-ulang. Saya menyaksikan buku-buku di toko buku tersusun dengan cara begitu berantakan. Para pembaca berlaluan di hadapan tapi sebagian besar dengan mata terpejam.
Lantas wajah saya berubah pias. Banyak buku-buku berdiam di tapal batas. Di antara dunia nyata yang berhasil dikupas dan dunia khayal yang gagal diretas. Bergeletakan tanpa majikan. Menunggu waktu meniup sangkakala kematian.
Jakarta, 12 Agustus 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H