Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Almanak yang Berlubang-lubang

1 Agustus 2019   21:38 Diperbarui: 1 Agustus 2019   21:42 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Membaca berulang-ulang, apa yang pernah dituliskan sejarah sebagai nestapa yang jalang. Di sebuah kelas pengajaran bagaimana cara termudah menghapus kenangan, aku adalah lulusan terbaik karena selalu berhasil menjadikan kenangan hanya sebagai lampu kecil di bilik. Terayun kesana kemari ditiup angin. Lalu padam seketika kapanpun aku ingin.

Di sini, di negeri para puteri melayu sering membaca gurindam dua belas, malam ini bulan sedang tertutup kabut pias. Semacam asap dupa yang berasal dari ribuan pinta. Permohonan agar tanah-tanah ini tak lagi terbakar. Oleh angkara maupun upaya makar. Terhadap ibu yang melahirkan sungai-sungai, hutan-hutan dan belukar padat tempat peraduan.

Kenangan saling berlomba mengingatkan, akan sungai-sungai yang menyempit dan hanya sanggup menghilirkan perkara rumit, juga atas hutan-hutan yang kehilangan keperawanan lantas menjadi janda kesepian tanpa keturunan, juga pada sisa-sisa peraduan para raja dan hulubalang belantara yang saat ini cuma bisa beradu kisah dengan lara.

Semua adalah kenangan yang dituliskan di atas almanak yang berlubang-lubang. Saat orang-orang duduk manis di atas tulang belulang; Ramin, Mersawa dan Sialang.

Pekanbaru, 1 Agustus 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun