Saya ingin mengundangmu dalam perayaan yang diadakan senja. Sudah terlalu lama kamu disembunyikan malam dan menyembunyikan bintang. Mungkin inilah saat yang tepat kamu kembali menuliskan kisah-kisah tentang hujan yang menari-nari di pelataran rumah, bunga padi yang tumbuh di tengah sawah, juga alang-alang yang sengaja kau rimbunkan di antaranya sebagai penjaga marwah.
Saya akan menjamumu dengan ungkapan rindu yang hanya sanggup diucapkan oleh purnama setelah sekian lama terpisah dari cahayanya.
Saya akan memberimu buku-buku yang di dalamnya hanya bertuliskan tentang sunyi yang terlalu buru-buru meninggalkan dinihari.
Saya akan menatap matamu, mengingat-ingat seberapa tajam dulu pernah mengiris majas-majas yang seakan tak punya batas. Terus terang ketajaman itu diam-diam akan saya retas meski saya rasa ini semua belum cukup pantas untuk dijadikan sebagai perompakan terbesar dalam sejarah aras.
Saya tidak akan jatuh cinta kepadamu karena saya lebih mencintai bagaimana caramu menggoda kepergian setelah sekian lama tak punya keinginan pulang.
Demikian juga saya tak akan jatuh iba kepadamu karena saya lebih kasihan terhadap ratapan demi ratapan dari orang-orang yang merasa kehilangan setelah kamu memutuskan menghapus jejak dan bayangan.
Sebuah perjamuan untukmu, akan saya adakan di tengah-tengah kegaduhan yang kehabisan percakapan, karena keheningan juga ternyata, sangat berharap kamu datang.
Pekanbaru, 1 Agustus 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H