Di ketinggian sekian ribu kaki, ketika hamparan ladang kapas terlihat ditata sedemikian rapi, cahaya matahari menyentuh pematangnya secara istimewa. Membagi-bagikan spektrum warna tak biasa yang dipersembahkan bagi pagi yang bersahaja.
Dunia mengecil dengan cepat. Seolah waktu melompat keluar dari lubang persembunyiannya yang mampat. Langit bersepakat dengan memberikan isyarat bahwa cuaca akan baik-baik saja. Tak perlu cemas akan panjang pendeknya usia di sisa waktu yang ada.
Udara tipis tersengal-sengal menyanyikan syair-syair liris. Menggaris tepian langit yang membiru secara ritmis. Â Menadah rasa sakit atas lusinan kenangan pahit. Dari orang-orang yang menitipkannya dalam kabut yang menguap dalam perjalanannya yang rumit menuju langit.
Dalam diam, hujan menjatuhkan lagi kenangan demi kenangan yang ditolak kehadirannya. Di tanah-tanah yang retak karena kehilangan rasa percaya. Terhadap cuaca yang terus saja mencoba meyakinkan tentang betapa kacaunya putaran dunia.
Bagaimanapun juga, isyarat dari langit selalu bisa dipercaya. Jika tidak, maka doa-doa tidak akan selalu berakhir di sana.
Sampit, 22 Juni 2019
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H