Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Istana Hujan

10 Mei 2019   23:19 Diperbarui: 10 Mei 2019   23:44 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di dalam cinta, aku bercita-cita menjadi jumawa. Berkata secara hiperbola untuk meyakinkanmu aku bisa apa saja agar kau balik mencinta.

Aku mau membangunkanmu istana hujan karena aku tahu kamu sangat menyukai berbasah-basah dengan kenangan. Tentu saja kau akan memilih terlebih dahulu. Kenangan mana yang hendak kau jamu di pertengahan malam saat kau mulai mematikan lampu.

Di saat alam bawah sadarmu mulai memerangkap noktah sepi, aku telah menyiapkan balairung sebesar gunung agar kau bisa menari serimpi di hadapan laskar mimpi. Aku duduk paling depan dan sekerasnya bertepuk tangan. Aku ingin menunjukkan dengan sopan bahwa aku adalah lelaki bajingan yang berperilaku rupawan.

Lantas begitu kau telah jauh sekali menerabas belukar aras di dalam mimpimu yang tak terbatas, aku akan membawamu berkeliling memasuki ruang demi ruang yang aku dekorasi dengan bunga-bunga kertas. Tentu dalam nyata yang disandiwarakan itu, kau tak mengira kalau aku hanya menipu.

Paling penting bagiku kau mau tersenyum saat menjumpai anggrek bulan yang aku reka dari kertas buram. Aku sangat bahagia begitu kau tertawa girang menemukan bunga sepatu mekar tanpa batas waktu. Juga ketika aku menunjukkan segerombolan bunga bakung tumbuh di kolam yang aku airi dengan mimik muka mendung yang sangat murung.

Di dalam istana hujan aku mengajakmu menyanyikan lagu-lagu tentang gerimis yang terus runtuh. Menabuh atap dari sirap, mengunduh ratap di jalanan yang gelap, serta melabuh harap begitu kita selesai bercakap-cakap.

Di dalam istana hujan aku menyiapkanmu pembaringan yang lebih megah dari peraduan langit yang mewah. Kau menyerah dan berubah menjadi perempuan yang gegabah. Menganggapku seorang pangeran yang sedang menyamar menjadi sudra. Padahal sebenarnya aku hanyalah lelaki tak berkasta yang berusaha keras menyulap khayal seolah nyata.

Pikirku sederhana. Setidaknya kau bahagia di lapis dunia yang kehilangan norma. Kalau kau tak keberatan, aku akan terus saja menyibukkan diri mengumpulkan khayalan demi khayalan. Untuk kau masak dalam pikiran sehingga kita tetap bisa saling bertatapan. Penuh cinta. Dalam kerumitan drama yang tak ada habisnya.

Jika dalam kehidupan kali ini semuanya ternyata adalah ilusi dari kekuatan imajinasi, janganlah patah hati. Aku telah mendandani sebuah skenario reinkarnasi saat kelak kita kembali. Menjadi sepasang kekasih yang membangun istana hujan. Kemudian kita berdiam di dalamnya tanpa perlu lagi mengingat apapun tentang kenangan buruk yang telah lama kita makamkan.

Bogor, 10 Mei 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun