Di atas pasir, senja pantai Kuta
saat kau rebah di bahu kiriku
helai rambutmu halangi khusukku
nikmati ramah, mentari yang pulang
Lagu yang syahdu itu mengingatkan aku tentang sesuatu yang tak pernah berlaku. Di atas pasir kita hanya sempat menjadi sepasang bukan kekasih yang pandir. Mengeja kata tanpa kosakata dengan intonasi tanpa suara. Hanya membiarkan angin yang tak pandai berbicara sibuk menyapa keterpakuan kita.
Kau lupa tidak merebahkan diri ke bahu yang telah aku persiapkan sejak pagi. Mungkin kau merasa malu sedangkan aku lebih banyak termangu. Kita sama-sama memandangi lautan tapi tak satupun dari kita yang bergelombang.
Helai rambutmu hanya sempat menghalangi pandanganku kepada matahari. Aku sama sekali tidak khusuk. Aku bahkan terlihat sangat kikuk. Berdua denganmu adalah mimpi yang terlalu cepat terjadi. Seperti padi yang dituai padahal bulir-bulirnya belum jadi.
Kita memang mencoba menikmati keramahan mentari. Tapi semua sebetulnya hanya basa-basi sebab sesungguhnya kita disibukkan menata debaran hati. Kau dengan pandanganmu yang mengikuti lari kecomang dan aku melarikan diri lewat tatapan ke arah lambung kapal. Aku rasa, itu sebuah pertemuan yang cukup gagal.
*****
Aku berdiri tinggalkan dirimu
Waktu sinarnya jatuh di jiwaku
Gemuruh ombak sadarkan sombongku
Ajaklah aku wahai sang perkasa
Aku tidak berdiri lalu meninggalkan. Tapi kita berdua sama-sama bergerak ke arah yang berlawanan. Kau menyongsong fajar yang kepagian dan aku tenggelam dalam petang yang kemalaman.
Gemuruh ombak hanya terdengar sebagai kecilnya peringatan. Bahwa kita sedang melawan takdir dan keinginan yang saling berlaluan. Saat itu, kita merasa begitu perkasa pada masing-masing pendirian.
*****
Lidah gelombang jilati batinku
Belaian karang sampai ke jantungku
Hingga matahari ajak aku pergi
Kasihku tulus setulus indahmuÂ
Lidah gelombang belum sampai ke pekarangan batin. Karena kita benar-benar mengacaukan diri dengan cara membatin. Apakah ini cinta. Atau sekedar episode kecil dari skenario besar romansa.
Kita memang membelai karang dengan cara yang tak sama. Kau mengagumi kekokohannya sedangkan aku mengharap keruntuhannya.
Aku lantas pergi menyusuri jejak matahari. Sedangkan kau pergi menuju ke arah mana sepi sedang bernyanyi. Kita kehilangan utuhnya ingatan. Baru teringat saat sama-sama kehilangan.