Sedalam SamuderaÂ
Presiden pilihan saya mempunyai hati sedalam samudera. Tidak mudah terpengaruh bisikan menyesatkan, provokasi tanpa kebenaran, dan terpancing pada pertengkaran. Di tangannya terletak nasib sekian ratus juta jiwa, sekian banyak agama, sekian banyak suku bangsa, dan sekian banyak golongan.
Kebhinekaan adalah kemanusiaan baginya. Prinsip yang akan selalu dipegangnya. Melindungi yang benar tanpa pandang bulu. Menghukum yang salah meskipun itu orang terdekatnya. Menegakkan keadilan setegak-tegaknya.
Matanya seruncing mata pedang. Sanggup melihat para pejabat yang khianat. Mampu menghukumnya tanpa basa-basi yang tak perlu. Atau pertimbangan kepentingan sana sini yang bukan merupakan kepentingan rakyat secara keseluruhan.
Akhirnya
Begitulah cara saya memilih presiden. Kelihatannya mengada-ada tapi benar begitu adanya. Nampaknya rumit tapi sesungguhnya sederhana.
Apakah dari 2 pilihan yang ada sekarang memenuhi semua hal yang saya pinta? Tentu relatif. Tidak ada manusia yang sempurna. Tapi saya akan memilih yang paling mendekati kriteria saya. Saya sudah punya pilihan.
Hanya Tuhan, hati saya, dan bilik yang bisu yang akan menjadi saksi kepada siapa saya akan menjatuhkan pilihan.
Saya tidak ingin tidak memilih. Karena ini hak saya. Saya tidak mau menjadi orang yang membuta terhadap negara yang telah bersedia menerima tembuni saya di perut buminya. Juga negara yang kelak akan menerima jasad saya untuk dikubur pada tanah-tanahnya.
Bogor, 13 April 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H