Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Bagi Para Wanita yang Hatinya Merana

11 April 2019   19:34 Diperbarui: 11 April 2019   19:55 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanah-tanah liar terhampar di pikiran nomaden para pengantar renjana. Burung gagak yang mengawalnya memberi kabar kematian tanpa rencana. Kepada siapa saja yang berniat mengubur dirinya di lubang-lubang kesepian. Atau membawa sunyi dan mimpi bersanding di pelaminan.

Air lautan dengan tujuh gelombang mencari-cari pantai yang landai untuk melabuhkan andai. Andai badai hanya sekedar tiupan angin tanpa disertai ingin, maka tak perlu banyak orang berlarian menggadaikan hati yang terlanjur dingin.

Gunung-gunung tinggi menyerupai patung-patung raksasa yang menjaga bumi dari percikan panas matahari. Meski di perutnya tersimpan jutaan galon minyak dan api, mereka hanya menyalakannya jika tanah dan hutan kembali disakiti.

Penyamun cinta berkeliaran di antara tenda-tenda yang berisi putri raja. Menyusun skenario bagamana menjarah hati salah satu di antaranya.

Pelanun jiwa beterbangan di udara sandyakala. Mengirimkan pesan-pesan paling istimewa bagi para wanita yang merasa dirinya merana. Pesan yang disampaikan lewat ciuman. Melalui bibir-bibir hujan yang tak henti berdatangan.

Bogor, 11 April 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun