----
Aku telah cukup lama berpetualang. Bahkan seringkali mengaku sebagai lelaki jalang. Namun tak ada yang tahu aku mengambil separuh nyawa elang. Untuk melanjutkan sisa perjalanan. Menuju pulang.
Aku pergunakan sayapnya untuk mengibas hari-hariku yang sangat panas. Aku memakai paruhnya untuk melubangi waktu yang menyekapku dengan beringas. Aku mencengkeram setiap drama memilukan dalam hidupku menggunakan cakar tajamnya supaya aku sanggup menjadi seorang penyintas.
----
Tapi aku enggan mengunyah masa silam demi sejarah yang tak kuinginkan. Aku menyingkirkannya jauh-jauh dari jangkauan pikiran. Bukan untuk apa-apa atau demi siapa-siapa. Tapi karena sekarang aku hanya mau memutuskan mau berbuat apa.
Namun kau mau tak mau tetap harus tetap sedikit bersitegang dengan masa lalu. Kau tak bisa lari dari itu. Kau telah menjadi tawanan. Penjaramu adalah hujan. Terali yang mengurungmu adalah kenyataan. Meski kau sesungguhnya berhasil pula mempigurakan kenangan. Di dinding hatimu yang habis berkelupasan.
----
Nanti kau harus ceritakan apakah senda guraumu telah tamat. Atau masih berlanjut pada episode buruk tentang khianat.
Aku menantikannya di penghujung senja. Waktu yang tepat untuk bercerita sebelum kau kehabisan kata-kata.
Bogor, 6 April 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H