Kau mengajakku mentertawakan apa? Sedangkan di sekitar kita cuma drama tak lucu yang bercerita tentang lupa yang kesulitan mengingat dirinya.
Apa mungkin kau ingin aku mentertawakan senja yang tak mengenakan apa-apa demi membangkitkan berahi para lelaki yang lusuh lesu sepulang bekerja? Aku kira itu tak termasuk dalam rencana. Sebab senja tak berbusana adalah kecantikan yang nyaris sempurna.
Perhatikan bagaimana warnanya yang sendu sanggup membuat banyak orang tergugu-gugu. Lihat seperti apa kikuknya para penyair menyalin kata-kata di lidah mereka yang mendadak kelu. Lihat juga tingkah gagap para pelukis yang menyentuhkan kuasnya pada kanvas agar bisa melukis paras senja yang memerah panas.
Jadi bagaimana? Apakah aku masih harus tertawa untuk membuatmu bahagia?
Jika iya, aku akan menyingkirkan sunyi dari sudut mulutku yang berbelati. Supaya senyum dan tawaku bukan horrornya orang mati.
Jika tidak, aku akan memintamu tertawa sedikit saja. Sebelum dunia terseret terlalu dalam pada kepedihan yang luar biasa. Setelah tak habis-habis mengusung jenazah. Dari korban perang, kelaparan dan jenayah.
Jakarta, 26 Maret 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H