Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air dan Api, Idu Geni

10 Maret 2019   05:44 Diperbarui: 10 Maret 2019   05:46 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bab VIII

Udara seperti dicuci pagi ini|
Lenyapkan segala rasa yang membuat jiwa terasa ditelikung
Oleh kebohongan dan kekejaman dunia
Walaupun hati mencoba bersimpuh pasrah terhadap nasib. 
Hujan turun tanpa memberi peringatan
Rintiknya kecil kecil namun menusuk urat nadi
Membawa kembali cerita yang dirobek robek ketidaktahuan
Kebodohan, kesombongan
Menjadi puluhan lembar kalimat penyesalan.

Bab IX

Padepokan Sanggabuana.  Dewi Mulia Ratri duduk di halaman yang rumput rumputnya sedang mengering.  Hatinya diliputi kegundahan yang teramat sangat.  Ayahnya belum kembali ke padepokan sejak turun ke ibukota beberapa purnama yang lalu.  Bahkan tidak ada satupun dari puluhan anggota padepokan yang ikut serta telah pulang kembali.  

Ini aneh!  Tidak biasanya ayahnya tidak mengirim berita ke padepokan jika lama meninggalkan padepokan.  Hanya satu saja yang bisa menjadi penyebabnya.  Suasana ibukota pasti gawat luar biasa! 

Dewi Mulia Ratri tidak tahu bahwa ibukota sudah dikuasai secara pelan pelan oleh pasukan Garda Kujang Emas Elang.  Dengan sangat liciknya, Pangeran Bunga mempengaruhi pemangku kerajaan untuk memberikan perintah kepada Panglima Candraloka agar mengirimkan Garda Kujang Emas Garuda ke pesisir selatan yang dipimpin sendiri oleh sang panglima.  

Pemangku kerajaan mengikuti apa yang disampaikan oleh Pangeran Bunga karena pangeran ini dengan meyakinkan, melalui laporan telik sandi yang telah dibayarnya, bahwa situasi di pesisir selatan sangat genting.  Pasukan Lawa Agung telah merangsek hingga bibir pegunungan Pangrango.

Kemudian dengan muslihatnya yang lebih lihai lagi, Pangeran Bunga mengirimkan pasukan reguler yang setia kepada Panglima Candraloka ke perbatasan dengan Majapahit.  Pangeran ini mengatur sedemikian rupa sehingga pasukan yang tersisa di Ibukota Kerajaan adalah pasukan yang sudah betul betul jatuh dalam pengaruhnya.  

Adalah sangat kebetulan, Ki Mandara yang merupakan tokoh sangat penting kerajaan dan kepercayaan Permaisuri dan Pemangku Kerajaan, sedang pergi ke pulau seberang untuk mencari seorang sahabatnya tempo dulu agar bersedia pergi bersamanya ke Galuh Pakuan.  Tokoh ini kembali menghimpun kekuatan untuk memperkuat Garda Kujang setelah tewasnya Nini Papatong, Ki Sampaga dan Andika Sinatria.

Pendekar Sanggabuana yang pergi bersama puluhan pengikutnya ke ibukota Galuh Pakuan, mau tidak mau menunda kepulangannya ke padepokan mengingat situasi istana yang memanas.  Sesuai dengan pesan Panglima Candraloka, mereka bertahan di istana raja, mengawal keluarga kerajaan dan pemangku kerajaan.

---

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun