Pada percikan kabar yang dikirim melalui tetesan hujan, dengan ini langit menyampaikan pesan kepada seisi lautan;
pelankan gelombangmu. Banyak nelayan datang bertamu. Biarkan mereka menebar jala, mata pancing dan pemberat batu. Di rumah, mereka sudah ditunggu. Dengan dada berdegup dan jantung bertalu-talu. Akan selamatkah bapakku?
Di reruntuhan kabut yang luruh pada pagi buta, puncak gunung yang dingin memberi pesan kepada air, tanah dan batu-batu;
beri waktu yang cukup bagi para petani itu. Untuk mengolah tanah dan air menjadi satu. Meminggirkan batu-batu, dan meletakkannya di pematang. Sebagai pertanda telah disemai batang-batang padi yang kelak akan membolehkan petani itu pulang. Dengan hati lapang.
Dalam kesunyian yang menghilang begitu saja tanpa berpamitan, tumbuhlah riuh dan gaduh yang merupakan pesan langit terhadap kehidupan;
bila hatimu mendekati runtuh karena banyak kebaikan di dunia ini yang terbunuh. Kirimkanlah doa-doa secara utuh. Biarkan mengembara mencari Tuhannya. Di manapun Dia berada.
Jakarta, 28 Februari 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H