Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Sisa-sisa Aroma Melaka

21 Februari 2019   22:05 Diperbarui: 21 Februari 2019   22:22 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah lebih dari sepuluh hari, berkeliling menyesap garam, membebat lebam, bergumul dengan malam, di udara pantai yang diam, di sungai-sungai kecil yang meruam, di sisa-sisa hutan yang tubuhnya koyak, di rawa dan tanah tergenang yang airnya berserak, sampailah aku pada gelimang hawa samudera, menikmati sekejap sambutan Selat Melaka.

Di pantai aku menemukan barisan mangrove yang gagah, bersedekap menantang gelombang yang pecah.

Di sungai aku mendapati kehidupan berjalan hilir mudik, menjemput apa yang disebut nasib baik.

Di hutan aku menjadi saksi atas berlakunya revolusi, kerajaan yang gugur dan penghuninya yang tergusur.

Di rawa aku membenamkan kaki, merasai genangan hitam yang melunturkan hati legam.

Dan di sini, di selat Melaka yang berseri-seri, aku menjumpai seketika aroma tubuh putri-putri Melayu sehabis menari-nari. Menggenggam sepenuhnya perhatian, mendekap halusnya kemolekan, menyarangkan dalam hati kenang demi kenang keindahan.

21 Februari 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun