Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Rencana-rencana yang Senyap

13 Februari 2019   09:13 Diperbarui: 13 Februari 2019   09:27 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam senyap yang membawa pikiran melenyap, kita menguap menjadi kemarau di puncak musim hujan.

Di halaman, kita memberi salam terbaik bagi orang-orang yang lewat bertabik. Pada setiap sapaan yang berasal dari hati yang tidak pelik, kita sesungguhnya mengumpulkan remah-remah surga terbaik.

Di dalam rumah, kita terkurung masa silam yang nyaris setiap saat mencibir. Melempari muka kita dengan sihir-sihir nyinyir.

Kita begitu lihai berpura-pura. Kau dengan tatapan yang lebih tua daripada senja. Dan aku yang memberi isyarat bahwa semua baik-baik saja.

Selanjutnya kita terjebak pada tata cara menunggu tamu yang mulia. Dengan duduk manis di beranda. Menyiapkan anggur beberapa cawan. Berharap kedatangan kejutan yang menyenangkan.

Saat semua sudah direncanakan. Dan ternyata tamu yang datang adalah kesenyapan. Kita memutuskan untuk tetap di beranda. Menyesap cawan demi cawan anggur yang ada. Menghabiskannya.

Sampai tetes terakhir ketika kita kembali menyusun rencana demi rencana. Untuk senyap demi senyap berikutnya.

Lipat Kain, 11 Februari 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun