Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Spektrum Warna Cinta

10 Februari 2019   07:23 Diperbarui: 10 Februari 2019   07:27 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita nyaris saja kehilangan percakapan, di sela-sela pagi yang bergumam. Memang sebaiknya kita diam. Melihat pagi seutuhnya, adalah karunia yang istimewa. Mendengar pagi berbicara, adalah hal terbaik yang pernah ada di dunia;

Dari mulutnya, menguar harum kamboja, bercerita tentang tanah-tanah yang mendingin dan kematian yang kedatangannya serupa angin. Tak diketahui namun adanya adalah pasti.

Matanya sedikit berkaca-kaca. Bukan karena kesedihan atau menghiba, pagi hanya sedang membiarkan barisan embun menyungai di pipinya yang merona. Bagi pagi, embun adalah caranya menyampaikan salam perpisahan, bagi malam yang beranjak pergi.

Di pipinya yang merona, lahirlah cahaya matahari yang pertama. Mengelus, mengendus, mencumbui. Dalam kehangatan yang bukan termasuk gairah birahi.

Suara-suara pagi mengeluarkan burung-burung elok dari mulutnya yang semanis kurma.

Beterbangan mengitari udara, sembari menyanyikan kidung-kidung kegembiraan, tentang kebahagiaan yang sebenarnya tak pernah menjauh dari jiwa, selama jiwa itu tak membuka pintu bagi kamuflase dan fatamorgana.

Tepat saat pagi mulai berdiam diri. Kita memulai percakapan tanpa henti. Berbincang tentang apa saja yang terkait mimpi, pagi dan hati.

Dalam mimpi kita, di setiap pagi kita, kita selalu bersama-sama menggambari hati dengan spektrum warna cinta.

Bogor, 10 Februari 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun