Aku merajam bekas luka. Aku berharap bisa menemukan penyebabnya apa.
Karena selama ini, pada setiap luka yang ada, aku membiarkannya terpajang sebagai piala. Seolah aku adalah seorang juara yang sanggup menampung luka berapapun banyaknya.
Dari bekas luka yang aku rajam, aku berhasil menemukan bekasnya yang kejam. Akibat dari pukulan masa silam berupa kenangan, maupun tikaman masa depan dalam bentuk harapan yang tersingkirkan.
---
Betapa luka yang menganga itu ternyata jauh lebih pedih dari duka yang membabi buta.
Luka menimbulkan bekas, sedangkan duka selalu berbatas. Dalam luka, dunia berpecahan seperti kaca; sedangkan dalam duka, dunia hanya berkaca-kaca.
Karena luka, langkah tertatih-tatih. Karena duka, mulut merintih-rintih.
Luka itu berada pada titik ketika hati direndam cuka, sementara duka mempunyai tempat saat jiwa mengaku merana.
---
Aku menyudahi rutukan ini. Terlalu banyak merutuk bisa membuatku harakiri.
Jakarta, 3 Februari 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H