Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Rindu Membiru di Antara Sungai Musi dan Langit Bisu

28 Januari 2019   23:12 Diperbarui: 28 Januari 2019   23:16 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku melewati ladang kapas yang entah bagaimana telah dipanen angin. Bertebaran ke delapan penjuru. Mencari-cari kesesuaian suhu, perekat yang bergaharu, agar bisa dipintal menjadi rindu.

Sementara aku, sedang berpikir keras bagaimana caranya menenun sembilu. Supaya ia tak lagi melukaimu. Luka karena sayatan rindu sukar disembuhkan. Kecuali jika kenangan bisa dengan mudah memaafkan.

Di ketinggian dengan udara setipis irisan-irisan tangis, aku menghembuskan nafas secara ritmis. Teringat kepadamu yang mungkin sedang menyatukan kepingan murung. Menjadi satu dalam irama detak jantung.

Saat kembali membaui permukaan bumi, aku menata caraku menyapa dengan hati-hati. Ini wilayah sungai Musi. Sungai yang mengilhami kehadiran kerajaan besar. Ketika dulu sayap Sriwijaya menyambar-nyambar.

Lagi, aku teringat kepadamu. aku yakin kali ini kau merangkai roncean kembang sepatu. Sebagai cara terbaik bagimu memberi simbol pada rindu. Entah kepadaku. Atau terhadap Sungai Musi yang permukaannya tiba-tiba membiru. Sebagai cermin sempurna bagi langit yang memutuskan bisu.

Palembang, 28 Januari 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun