Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Ansambel Hujan

27 Januari 2019   14:45 Diperbarui: 27 Januari 2019   14:49 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masih tentang hujan yang membiarkan tubuhnya terhempas keras
pecah berhamburan seperti tembikar yang dijatuhkan di atas cadas
menguarkan suara orchestra terbaik yang pernah ada
perpaduan dari irama cinta dan syair-syair beromansa

Saat musik dari hujan terus saja mengalunkan nada-nada ritmis
mungkin tiba waktunya bagi hati untuk mengeringkan tangis
airmata cukuplah untuk persembahan upacara bendera
ketika Sang Saka berkibar dan menyentuh kedalaman jiwa

Ketika irama hujan memelan dan hanya tinggal tetesan demi tetesan
barangkali ini saatnya untuk memeriksa genangan demi genangan
siapa tahu ada serpihan kenangan sedang berkubang di sana
kita tinggal memilih mana yang akan kita jerang nanti senja

Sebagai secawan lamunan saat malam tiba
sebelum lelap menyeret mata
dan kita belum siap menemui mimpi
karena kita tahu pada tubuh mimpi seringkali bertumbuhan duri

Bogor, 27 Januari 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun