Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Hawa Dingin pada Sajak dan Puisi

24 Januari 2019   19:56 Diperbarui: 24 Januari 2019   19:59 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika hujan deras datang secara masif. Aku ingin menuliskan sebuah sajak manipulatif.

Menipumu agar percaya bahwa rasa manis itu tumbuh, bukannya rapuh. Membohongimu supaya kau paham bahwa duka itu bagian dari cerita, bukannya karena kehadiran luka.

Pada suatu senja yang tiba dengan mengendarai keletihan. Aku mau merangkai kata-kata yang ikut kelelahan.

Meyakinkanmu agar tahu bahwa asal muasal rindu itu dari kebuntuan. Pada lorong-lorong mampat yang menghalangi perjumpaan.

Pada suatu kesempatan hujan berhenti. Aku hendak menapis puisi-puisi yang menyeret rasa sunyi.

Aku akan menggaduhinya dengan tawa terbahak-bahak. Karena sunyi itu ibarat dahak. Jika dibiarkan bisa dengan mudah mencekik tenggorokan. Jika dikeluarkan akan gampang menimbulkan kericuhan.

Ketika hujan ternyata enggan berhenti. Sepertinya kita mesti segera berlari. Tanah-tanah yang licin, cuaca yang berlilin, akan sangat tepat bagi kita untuk kembali menegakkan ingin.

Sebab hawa dingin jauh lebih cepat bersahabat dibanding kemarau yang berangin.

Medan, 24 Januari 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun