Ketika pagi masih membenahi beberapa bagian dari mimpi yang tertinggal di serambi, seorang perempuan memutuskan untuk pergi. Diusapnya cahaya matahari yang menjatuhi pipi, untuk kesekian kali.
Baginya dunia tak sesempit satu helai kenangan. Sudah saatnya mendaki tangga menuju rembulan. Di sana dia bisa memelihara berkas-berkas cahaya agar abadi menerangi hati. Kekusutan cinta membawa kekalutan hingga ke langkan berduri.
Perempuan itu tak takut terluka. Luka adalah bagian terbesar dari hidupnya. Dia sudah sering menyesapnya. Dengan kenikmatan segelas cuka.
Sambil melangkah pergi, perempuan itu menyisipkan setangkai kembang seruni. Di jari manis tangan kiri. Dia akan membuangnya di kedalaman ngarai. Tempat terbaik kedamaian datang melerai. Dari segala ricuh dan rusuh. Dari segala gaduh dan luruh. Â
Untuk terakhir kali. Perempuan itu memperhatikan permukaan pagi. Tidaklah bergelombang. Sudah waktunya pergi menuju pulang.
Jakarta, 23 Januari 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H