Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Pagi yang Tepat untuk Pergi

23 Januari 2019   14:55 Diperbarui: 23 Januari 2019   15:10 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika pagi masih membenahi beberapa bagian dari mimpi yang tertinggal di serambi, seorang perempuan memutuskan untuk pergi. Diusapnya cahaya matahari yang menjatuhi pipi, untuk kesekian kali.

Baginya dunia tak sesempit satu helai kenangan. Sudah saatnya mendaki tangga menuju rembulan. Di sana dia bisa memelihara berkas-berkas cahaya agar abadi menerangi hati. Kekusutan cinta membawa kekalutan hingga ke langkan berduri.

Perempuan itu tak takut terluka. Luka adalah bagian terbesar dari hidupnya. Dia sudah sering menyesapnya. Dengan kenikmatan segelas cuka.

Sambil melangkah pergi, perempuan itu menyisipkan setangkai kembang seruni. Di jari manis tangan kiri. Dia akan membuangnya di kedalaman ngarai. Tempat terbaik kedamaian datang melerai. Dari segala ricuh dan rusuh. Dari segala gaduh dan luruh.  

Untuk terakhir kali. Perempuan itu memperhatikan permukaan pagi. Tidaklah bergelombang. Sudah waktunya pergi menuju pulang.

Jakarta, 23 Januari 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun