Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Negeri Rindu

17 Januari 2019   20:14 Diperbarui: 17 Januari 2019   20:16 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apakah kau pikir, merawat rindu itu semudah menyirami taman seukuran hatimu dengan menggunakan air hujan dan cahaya matahari yang diaduk pelan-pelan?

Tidak! Ia perlu lebih dari itu. Ia adalah rindu. Sumber kedamaian sekaligus kericuhan menjadi satu.

Rindu adalah negeri antah berantah yang tak bisa didatangi dengan membeli tiket mahal kapal atau kursi eksekutif pesawat terbang.

Rindu adalah kolam-kolam yang dikeringkan dari kebencian kemudian memanen banyak kebaikan di dasarnya yang kering kerontang.

Di negeri rindu yang teramat sulit dipetakan sekalipun oleh seorang paling ahli perihal kartografi, rindu adalah titik koordinat yang tak pernah sepi dari orang-orang yang mengagumi.

Di negeri rindu yang begitu jauh sampai harus ribuan kali melepas sauh, perjalanan mencarinya adalah pengembaraan paling tak masuk akal karena ketakutan terdalam terhadap gagal.

Di negeri rindu yang sedekat jarak antara mata dan telinga, wujud sesungguhnya hanya nampak apabila kita berkaca. Memandangi pantulannya di sana. Lalu kita memutuskan untuk tersenyum bahagia.

Jakarta, 17 Januari 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun