Bagimu, duri-duri bisa dengan mudah dihiasi ronce kembang melati. Kau tuliskan dalam bait-bait puisi. Lalu kau hidangkan kepadaku yang sedang kelaparan kata-kata. Aku menelannya dan tersedak sepenghuluan jiwa.
Kau pintar menggambar cemara cantik di puncak bukit dengan ujung daun menyerupai badik. Kau kirimkan melalui hujan rintik. Sampai di hadapan jendela tempatku menitipkan mata. Gambar itu seperti belati bernyawa. Mencabik nyawa menjadi secarik busa.
Sarkasme cinta. Membawa tubuhnya mengembara. Mengendarai ujar-ujar zaman pertengahan. Ketika dunia sihir membawa prasangka berlebihan. Bakar! Bakar!
Dan aku memang terbakar. Dari ujung kepala yang dipenuhi kalimat barbar. Hingga alas kaki dari api. Aku mendadak merasakan sepi, menggantikan runutan detak nadi.
Hentikan! Atau aku akan menidurkan diriku yang jalang. Di padang ilalang. Di sana aku tak akan lagi menjumpai sarkasme cinta. Tapi nyenyak tertidur di pelukan luka.
Bogor, 13 Januari 2019