Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Mata Rantai Kejadian

8 Januari 2019   21:26 Diperbarui: 8 Januari 2019   21:29 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Partikel malam yang pekat menyamarkan hujat dari seorang lelaki yang menembus hujan di perjalanan yang sangat terlambat.

Terlambat untuk menyadari bahwa melangkahkan kaki itu harus gagah berani bukan cuma karena jalanan telah begitu sepi sehingga tak ada rintang yang menghalangi.

Halangan yang berkabut bisa dengan mudah menyebabkan takut yang mencengkeram hingga ke dalam tulang dan membuat gemetar sepasang lutut.

Lutut-lutut yang menekuk bersimpuh pada penciptaan tak terbayangkan bagaimana segenggam tanah merah bisa berubah menjadi manusia penuh amarah.

Amarah paling tak termaafkan saat tertumpah dari kawah yang menggelegak di kepala yang mampat oleh rasa lelah.

Lelah yang bukan merupakan sebab akibat namun banyak disebabkan oleh ketidakmampuan mengawasi kejadian demi kejadian yang membuatnya merasa kehilangan.

Kehilangan keinginan terbesarnya untuk menikmati seperti apa partikel malam menyamarkan hujat seorang lelaki yang berusaha keras mencari jalan pulang.

Jakarta, 8 Januari 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun