Hilangkan kata sunyi dan sepi
Ujarku pada mimpi yang sedang beranjak pergi
Tiadakan kata hening dan hampa
Kataku pada siang yang sedang berlari pulang.
Aku terlalu bersahabat dengan mereka
Aku terlalu terikat dengan mereka
Hampir sepanjang hidup dan usia
Biarkan aku menciptakan gantinya
Dari hasil perjuangan hati dan jiwa
Bab XV
Ibukota Galuh Pakuan. Â Andika Sinatria termenung di balairung istana. Â Sebentar lagi ada pertemuan penting. Â Semua tokoh utama Galuh Pakuan akan menghadiri pertemuan ini. Â Kecuali Dewi Mulia Ratri.
Kemanakah gadis itu? Hatinya sangat khawatir sekali. Â Sudah dua purnama tidak ada kabar beritanya. Â Andika Sinatria sudah menghubungi markas perbatasan. Â Mereka mengabarkan bahwa begitu menerima balasan suratnya, Dewi Mulia Ratri langsung pulang ke Ibukota Galuh Pakuan. Â Tapi hingga kini gadis itu tidak menampakkan batang hidungnya sama sekali.
Apakah terjadi apa apa terhadap gadis yang dikasihinya itu?
Andika Sinatria tercenung sedih. Â Hatinya merasa sangat kehilangan. Â Apalagi dalam dua purnama terakhir ini, belasan orang penting Galuh Pakuan hilang atau tewas secara bergantian. Â Kerajaan sudah mengetatkan penjagaan terhadap orang orang penting, namun selalu saja ada celah yang muncul sehingga pembunuhan tidak berhenti. Â
Anehnya, yang terbunuh adalah orang orang yang berkedudukan atau memegang jabatan di pemerintahan.Â
Pembunuhan ini sangat rapi dan terencana. Â Terakhir hari ini, dia mendengar kabar Panglima Suwanda tewas di perbatasan setelah diserang di hutan saat sedang berlatih dengan pasukannya. Â Panglima yang gagah berani itu tewas bersama belasan anak buahnya.
Alap Alap Nyawa, begitu surat Dewi Mulia Ratri dulu menyebutnya. Â Jika saja dia bisa membuktikan bahwa itu dilakukan oleh orang orang Majapahit, mereka bisa mengajukan keluhan keras kepada Mahapatih Gajahmada. Â Namun tidak ada bukti setitikpun tentang ini.
Andika Sinatria mengakhiri lamunannya. Â Para tokoh yang akan ikut pertemuan mulai berdatangan di balairung istana.