Pada bumi bahumu bersandar
di batu delima hatimu menyamar
Tanah-tanah langka tempat bersembunyi, kau olah begitu rupa, membangun kerajaan kesuburan, bersama cacing-cacing penggali. Persembahan untuk para petani, yang di mata mereka tumbuh padi-padi.
Pada giliran tanah retak oleh kemarau, kau menyanyikan lagu-lagu tentang hujan. Menguatkan para petani menyingkirkan rasa putus asa, lalu mengaliri sawah mereka dengan airmata.
Saat bulir-bulirnya mulai berisi, kau datangkan angin kecil. Agar rahimnya tak terganggu hal-hal muskil. Kau bercita-cita besar. Para petani memanen bahagia benar-benar.
Kau begitu konservatif. Begitu patuh terhadap hal-hal normatif. Dalam hidup kau selalu berusaha menjauhi labirin. Sebuah tempat yang akan menyeretmu menjadi ronin. Kau menolak itu. Kau selalu bersekutu dengan waktu. Sebagai majikanmu.
Jakarta, 29 Desember 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H