Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Menunggu Hujan, Menunggu Kata

27 Desember 2018   15:41 Diperbarui: 27 Desember 2018   15:58 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sembari menunggu kedatangan hujan. Di serambi depan. Kita saling mendandani hati. Melamunkan apa yang terjadi. Bila hujan datang apakah sunyi lalu berhenti.

Di tangan kita, tergenggam pendulum cuaca, yang membolak balik hati kita, dalam kekacauan rasa.

Hujan datang! Mengetuk setiap pintu rumah dengan cara luar biasa. Melalui tempiasnya yang sederhana.

Berikutnya kita menggabungkan kedatangan hujan dengan pendulum yang kita genggam. Ke dalam satu kesatuan pengertian. Hujan, adalah pertemuan yang dirindukan. Hujan, adalah rindu yang dipertemukan.

Kita saling bertukar pandang. Memperjual belikan pertanyaan. Menantikan masing-masing jawaban. Sembari menunggu hujan pulang. Setelahnya kita bersetuju untuk saling berbincang.

Entah apa.

Karenanya, kini giliran kita menunggu kata-kata.

Jakarta, 27 Desember 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun