Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Saat Puisi Menjadi Pohon-pohon

4 Desember 2018   10:52 Diperbarui: 4 Desember 2018   11:07 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

seirama dengan gendang telinga
yang mendengarnya
seterusnya menjadi kaca pembesar
bagi mata yang melebar
menyaksikan pohon-pohon
menanamkan akar-akarnya
di kepala

dari banyak buku-buku para pujangga
juga ketika syair mengalir dari pintu surga
menuju neraka, atau sebaliknya
pohon-pohon terus bertumbuh
di halaman yang tak pernah utuh
robek sana sini, dikoyak misteri
dari kata-katanya yang bercabang
pun sisi-sisinya yang menajamkan pedang
agar sanggup membunuh
kemuskilan yang lumpuh
atas tanah-tanah yang kurus kering
seperti bayi-bayi Etiopia
ketika ibunya sibuk menyewa air susu kuda
karena payudaranya sendiri hampa

saat puisi berhasil menyegarkan pohon-pohon
yang sebelumnya enggan hidup lebih lama
di tanah yang menggemuk setelah disiram kata-kata
mengenai harapan dan bukan kecemasan
di saat itulah puisi terus menumbuhkan dirinya
di kepala yang telah lama terputus
dan juga dunia yang nyaris mendekati pupus

Bogor, 4 Desember 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun