seirama dengan gendang telinga
yang mendengarnya
seterusnya menjadi kaca pembesar
bagi mata yang melebar
menyaksikan pohon-pohon
menanamkan akar-akarnya
di kepala
dari banyak buku-buku para pujangga
juga ketika syair mengalir dari pintu surga
menuju neraka, atau sebaliknya
pohon-pohon terus bertumbuh
di halaman yang tak pernah utuh
robek sana sini, dikoyak misteri
dari kata-katanya yang bercabang
pun sisi-sisinya yang menajamkan pedang
agar sanggup membunuh
kemuskilan yang lumpuh
atas tanah-tanah yang kurus kering
seperti bayi-bayi Etiopia
ketika ibunya sibuk menyewa air susu kuda
karena payudaranya sendiri hampa
saat puisi berhasil menyegarkan pohon-pohon
yang sebelumnya enggan hidup lebih lama
di tanah yang menggemuk setelah disiram kata-kata
mengenai harapan dan bukan kecemasan
di saat itulah puisi terus menumbuhkan dirinya
di kepala yang telah lama terputus
dan juga dunia yang nyaris mendekati pupus
Bogor, 4 Desember 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H