Sambil mengusap dengan tisu sedikit percikan darah di gaun seksinya, Aluna mengintip sebentar di ruang depan. Si tante girang sedang mengipasi tubuhnya. Dengan uang! Hmm, si tante sedang kesenangan. Rupanya dia cukup mahal dijual.
Aluna tersenyum. Matanya terantuk pada sebuah benda mengkilap di pojokan kamar nomor 1. Penghuninya sedang libur berakhir pekan dengan si om langganan. Aluna masuk. Senyumannya makin mengembang.
Si tante yang sedang menikmati bau lembaran uang baru menoleh. Tertawa lebar hingga tubuhnya yang tambun berguncang-guncang.
"Aluna, kupu-kupu baru yang malang. Kau primadona baru sekarang. Teruslah jalang!"
Si tante melemparkan beberapa lembar uang seperti sedang menerbangkan layang-layang. Tak sampai seperempat dari yang dipegang. Hasil penjualan tubuh Aluna ini siang.
Aluna tetap tersenyum. Seperti tadi. Hatinya memang sudah mati.
Diambilnya uang yang berserakan di lantai. Satu persatu. Seakan hendak menghitung seberapa banyak keping hatinya telah berpecahan.
"Tante, Ini hanya cukup untukku terbang. Tak cukup untuk menuju pulang. Kekasihku sudah menunggu," Aluna mendesis.
"Hah! Apa? kau adalah pialaku. Tak akan kubiarkan kau kemana-mana. paham?!" si tante menggeram garang. Melengos dan menghadap ke belakang.
Memunggungi Aluna yang dalam hitungan detik menancapkan belati di leher belakangnya. Memutus nadi besarnya. Menghentikan jalan nafasnya.
Aluna tetap tersenyum. Kali ini lebih lebar.
Derawan, 27 Nopember 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H