ketika spektrum gelap mendominasi angkasa
warna-warna kemudian pecah dengan sendirinya
bukan tanpa alasan jika aku pilih biru
karena langit adalah arah mataku menuju
karena laut adalah arah perahuku melaju
dari semua keonaran yang pernah terjadi
ketika hati dikuasai pilihan
berkabung atau berkubang
pada masa silam atau kenangan
pilihan malah berhenti
pada keinginannya sendiri
sajak-sajak lalu meminum tuak
sehingga kalimatnya enggan untuk tegak
sempoyongan berpegangan
pada majas yang memabukkan
puisi-puisi menyesap habis wiski
lupa pada kopi
terhuyung-huyung dengan wajah murung
dimanakah gerang maknanya tersandung
si penulis merobek helaian kertas terakhir
merasakan betapa mudahnya menjadi pandir
ketika khayalannya terantuk batu
di langit yang menenggelamkan warna biru
Bogor, 25 Nopember 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H