Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Kota yang Jalang

21 November 2018   22:22 Diperbarui: 21 November 2018   22:32 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kali ini. Di sore yang berjejal-jejal. Kota besar ini mendadak binal.

Disusupkannya cerita tak senonoh di gawai bapak yang sedang tekun menjelajahi pasar bursa. Bapak itu langsung menutup pasar bursanya.
Disisipkannya gambar nyaris telanjang di gawai seorang anak sekolah yang sedang belajar persamaan matematika. Kontan anak itu membuang aplikasi matematikanya.

Sore yang pejal memasuki malam yang gatal.

barisan paha mulus terpajang halus. Di stasiun dan halte yang sedang sibuk mendandani dirinya dengan pelajaran tentang akhlak. Sebagian besar pandangan mata lantas menunduk. Agar tepat sasaran. Tidak kehilangan manisnya penglihatan.

Peradaban cukup brutal untuk mengajarkan banyak hal nakal.

tidak lagi memandang usia. Karena peradaban sudah demikian renta. Terbungkuk-bungkuk. Terbatuk-batuk. Menunggu ajal datang. Tapi justru malah semakin jalang.

Jakarta, 21 Nopember 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun