Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Cemburu] Sinar Lampu kepada Kunang-kunang

3 November 2018   01:56 Diperbarui: 3 November 2018   02:31 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ketika malam sedang cerah ceria, lampu-lampu itu beratraksi segala rupa. Mempertontonkan pertunjukan cahaya yang menakjubkan. Namun Aisyah hanya melihat sekilas. Setelah itu justru mengambil kanvas dan kuas. Melukis bintang-bintang yang pucat pias.

Manakala purnama tiba, lampu-lampu berusaha lebih keras lagi agar bisa mengambil hati gadis yatim piatu itu. Memamerkan cahaya yang tak kalah dengan purnama. Lagi-lagi Aisyah cuma tertegun sejenak. Lalu melanjutkan membaca buku-buku yang disukainya.

Hal yang ditunggu-tunggu selama ini oleh lampu-lampu itu tiba. Aisyah melampiaskan semua ekspresi wajahnya. Tersenyum dengan bulat. Tertawa lepas. Lalu melahirkan mutiara di sepanjang pipinya. Inilah yang sedari dulu ditunggu.

Tapi semua bukan karena lampu. Itulah sebabnya lampu-lampu itu jatuh dalam cemburu. Baru kali ini terjadi lagi musim kunang-kunang. Mendadak saja Aisyah dijatuhkan dalam pesona. Kunang-kunang tak tahu adat! Begitu datang langsung mengambil alih Aisyah. Benar-benar tak beradab.

Lampu-lampu sama sekali tidak tahu. kunang-kunang adalah ikatan terkuat Aisyah pada ayah dan ibunya. Kenangan yang tak pernah berkarat. Mengingatkan Aisyah akan kegembiraan, kesedihan, dan juga cinta kasih.

----

Rombongan kunang-kunang hendak beranjak pergi. Masih ada beberapa rumah lagi yang harus dikunjungi. Itu tugas mereka. Menyalakan lagi api cinta.

Sebelum pergi. Rombongan kunang-kunang itu kembali bernyanyi.

Tidak ada yang lebih menyenangkan jika bisa membuat orang-orang senang. Terutama bagi mereka yang lebih banyak menekuri kepedihan. Perjalanan tak terasa sia-sia. Meski tak lama lagi kami akan meredup semua. Menjadi serangga kecil biasa.

Aisyah mengikuti dengan sepenuh matanya. Kunang-kunang melakukan tarian terakhir. Persis di pot-pot bunga di bawah jendela. Tarian yang ritmik dan epik. Seolah berpesan khusus kepadanya; Ayo Aisyah! Kembalilah berbahagia.

Aisyah seakan-akan bisa mendengar mereka. Sambil melepas kepergian kunang-kunang yang makin menjauh. Bibirnya bergetar menjawab pesan nyanyian, juga dengan nyanyian; terimakasih kunang-kunang. Terbanglah kemana kamu suka. Tolong jaga ibuku di antara kalian. Jangan lupa datang lagi saat musim kalian kembali tiba. Aku akan menari bersama kalian. Seperti pesan ayahku bertahun yang silam.

Mendengar nyanyian Aisyah yang bahkan sanggup membuat langit bersimpuh lumpuh, kecemburuan lampu-lampu taman dan jalanan seketika runtuh. Serentak mereka menunduk. Semua cahaya diredupkan. Bersimpati dalam-dalam kepada Aisyah. Gadis kecil yang mengangankan musim kunang-kunang datang. Hanya karena ingin sekali mengenang. Apa arti sebuah kebahagiaan.

Lampu-lampu itu sama sekali tak sadar. Aisyah melambaikan tangannya kepada mereka. Berterimakasih melalui tatapan matanya.

Bogor, 2 November 2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun