Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Drama-drama di Jalanan

24 Oktober 2018   15:02 Diperbarui: 24 Oktober 2018   17:59 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perut lapar menggeram-geram
di perempatan jalan yang lebih disibukkan pada keterburuan
;emak aku lapar, adakah makanan?
seorang anak tampan yang didandani kekumalan tarzan menatap seberang jalan dengan mata penuh permintaan

Mata melotot marah dari orang yang disangka emak
sembari mengacungkan bungkusan makanan untuk jam tiga sore kelak
;kerja dulu! Berapa sudah hasilmu?!
teriakan tak bersuara memancar dari mata yang terlanjur tersusun dari sayatan sembilu

Si anak tampan melanjutkan menadahkan telapak tangan. Padanya hanya ada dahsyatnya ketakutan dibanding tajamnya kelaparan.
----
Dengan kaki terpincang-pincang kesakitan
meletakkan alat musik seadanya di pangkuan
;paman, kakiku lelah amat. Bolehkan jeda sedikit untuk istirahat?
seorang bocah perempuan cantik yang mukanya sengaja dikotori lumpur hitam meminta dengan sangat kepada lelaki separuh baya yang membeliakkan putih matanya seolah buta.

Tiba-tiba saja lelaki yang mengaku paman itu bisa melihat
pandang matanya seolah menyiratkan kiamat
;teruskan! Apakah kau pikir makanmu selama ini gratisan?!
kalimat tajam yang mengiris luka lebih dalam terhambur dari lingkaran mulut kelam. 

Si bocah perempuan kembali memainkan alat musik dan berdendang. Hanya dengan begitulah kakinya yang kesakitan bisa terlupakan.
----
Drama-drama di jalanan. Seringkali dipanggungkan. Di sekeliling kita yang malah sering memuntahkan makanan. Hanya karena hambar atau kepedasan.

Simalungun, 24 Oktober 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun