Kemarin. Sebelum hujan tiba. Kita baik-baik saja. Meneduhkan matahari di para-para rumah. Supaya terhindar dari amarah. Matahari yang kegerahan biasanya hilang perawakan. Lantas menyemburkan panas berkerontangan.
Sekarang kita memunguti kemarau. Di sebuah dangau di tepian danau. Sembari melihat angsa sedang mengumpulkan kedamaian. Sekaligus keberanian. Simbol pengumuman perang terhadap peperangan.
Kita masih baik-baik saja. Sewaktu senja mulai menutup muka. Enggan melihat betapa rindu yang tertunda ternyata banyak sekali menumbuhkan kepundan yang siap meledakkan kata-kata, bunyi-bunyian, dan tari-tarian.
Kata-katanya bersajak tentang jarak. Bunyi-bunyiannya persis suara sunyi. Tariannya dipanggungkan oleh para perambah hati.
Setelahnya. Kita bertukar tatapan lewat suitan senja yang beranjak renta. Hati lalu ikut menua. Lantas kita sadar ini mulai tidak baik-baik saja.
Kita harus memperbaikinya segera. Begitu hujan mulai tiba.
OKI, 10 Oktober 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H