Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Sebuah Hologram

1 Oktober 2018   19:28 Diperbarui: 1 Oktober 2018   19:48 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Diberangkatkan kenyataan, kau lalu berjalan dalam khayalan, pada saatnya berakhir sebagai lamunan.

Itu karena aku, sebagai penyuka senja, sekaligus pecinta ufuk, terlambat menyadari siklus perjalanan matahari. Aku pikir senja tersedia begitu saja di atas meja. Sedangkan ufuk menjelang seperti biasa saja di balik jendela.

Kau berasal dari reruntuhan masa lalu. Dijerang hingga matang oleh waktu. Dihidangkan sebagai kelezatan sesajian. Pada sekian tumpuk ramuan kenangan.

Itu karena aku, memasang sumbu, pada peledak yang sesungguhnya telah mati suri, kemudian mendekatkannya dengan api, dari saripati kepundan kawah yang menggelegak. Nyaris bergolak.

Kau adalah sebuah hologram. Terpantul dari cermin retak yang kembali disulam. Ditambal kuat-kuat menggunakan airmata yang bergetah. Agar tak lagi-lagi mudah tumpah.

Dipulangkan lamunan, kau lalu datang mengisi cawan, tempatku minum saat tercekatnya tenggorokan.

 

Bogor, 1 Oktober 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun