Ini saat yang tepat bagi siapa saja. Â Menggulung doa dalam perkamen permintaan akan hujan, memanjati angkasa. Â Panas telah melampaui derajat kemampuan. Â Kering telah menghanguskan kenyataan. Â Cuma sisa satu. Â Yaitu menjadi abu. Â Itu terserah waktu.
Doa-doa cemara berkumpul di persimpangan langit. Â Menunggu doa-doa lainnya. Â Memohon hujan bukan perkara kecil. Â Permintaannya sungguh besar. Sebesar retakan tanah di sawah-sawah yang menjadi amuba. Â Membelah dirinya. Dengan sengaja.
Sayap-sayap kemarau sudah sampai di ulu hati. Â Jiwa dan badan mengeriput ciut. Â Apakah musim hujan sedang berduka? Terpekur di depan pusara cuaca. Â Sehingga lupa bagian bumi di sini nyaris saja mati?
Jika iya, jangan hanya cemara yang mesti mengirimkan doa. Â Kita juga. Â Para pembuat luka yang sengaja lupa. Â Telah menyeret cuaca ke upacara pemakamannya. Â Dengan cara-cara keji. Â Meski tak disadari. Â Atau disadari tapi enggan mengerti. Â Atau mengerti tapi tak mau peduli. Â Bisa jadi.
Jika tidak, ini hanyalah anomali. Â Musim bergeser ke tepi. Â Menuju cara kematiannya sendiri.
Bogor, 23 September 2018