Sesungguhnya aku ini penadah. Â Dari cintamu yang tumpah. Â Berupa petikan api, mengendarai cahaya matahari, ketika pagi. Â Merupa kunang-kunang, menumpang arak-arakan petang, saat senja menjelang.Â
Apakah itu sebuah kejahatan, atau fase dari perjalanan? Aku tak tahu, aku tak mau tahu. Â Aku hanya menjalani perintah waktu. Â Untuk mengemas rindu. Lalu mengirimkannya tanpa ragu.
Jika kemudian aku gagu. Â Tak mampu mengaku. Â Ijinkan aku diajari lautan. Â Bagaimana cara menghela gelombang. Â Agar tak menghancurkan. Â Pesisir yang selalu ditempatkan pada area kegamangan.
Jika kemudian aku gagap. Tak bisa jelas mengungkap. Â Mohonkan aku boleh mengudap kegelapan. Â Supaya aku bisa merasakan malam saat menuruni kerongkongan. Â Agar sanggup sebaik-baiknya mencerna. Â Sebab gagap dan gelap seringkali menggiring asa. Â Ke jurang yang dalam menganga.
Jika kemudian aku pengar. Â Telinga dan hatiku dipekakkan halilintar. Â Perkenankan aku berkirim kabar. Â Melalui merpati yang katanya tak pernah ingkar janji. Â Supaya kau mengerti aku adalah penyamun yang baik hati. Â Menculikmu di pertengahan mimpi, kemudian membangunkanmu tepat saat aku ada di sisi.
Bogor, 20 September 2018
Â