Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Pada Tepian Laut Pasang

17 September 2018   08:59 Diperbarui: 17 September 2018   09:25 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Pada tepian laut pasang kita julurkan kaki.  Sekedar dijilati lidah ombak yang menjulur-julur rapi.  Mencari tempat yang tepat untuk memecahkan buih.  Perjalanan panjang menjinjing gelombang sangat membuatnya letih.

Kau sedikit menggigil.  Aku lalu terpanggil.  Mengalungkan hangat dari nafasku yang memberat.  Mudah-mudahan itu cukup bagimu.  Aku belum bisa menyalakan lampu.  Senja sedang tak mau.

Bau garam yang kuat membuat semua hambar yang kita bawa langsung saja menguar.  Kita harus berterimakasih sampai puncak kesungguhan.  Kepada pesisir dan lautan.  Atas segala kebaikan yang didermakan tanpa meminta pembayaran. 

Mereka hanya meminta kita baik-baik saja.  Setelah sekian banyak memainkan drama.

Di mana-mana hambar selalu berkawan dengan pudar.  Kita tak mau berlama-lama menggenggam rasa itu.  Kau takut dicengkeram pilu.  Aku cemas hatiku membatu.  Lalu kita sama-sama menjelma arca yang beku.

Angin datang!  Begitu juga hujan!  Apa yang mesti kita lakukan.  Bersembunyi bukan pilihan.  Berteduh bukan alasan.  Lebih baik kita sambut angin dengan menyampaikan keinginan.  Lebih bagus kita songsong hujan sembari memanjatkan doa, agar kekeringan hanya singgah sebentar sebagai lamunan.

Mereka datang dalam rangka bertanya.  Apakah kita baik-baik saja.

Kita tak harus menjawabnya.

Bogor, 17 September 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun