Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi│Ketika Peradaban Runtuh, Lumpuh!

16 September 2018   12:28 Diperbarui: 16 September 2018   13:54 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Inilah jawaban yang kau cari. Atas pertanyaan yang kau reka sendiri. Kau menggugat rasa tak percaya. Terhadap semua rencana kota menyingkirkan adab. Sungguh rumit jika harus beradab. Terlalu sulit untuk tidak biadab. Kota adalah liang kuburan. Dengan satu juru kunci menunggu yang mati datang bergiliran.

Kota demi kota ditumbuhkan matahari. Bertebaran semacam musim mudik lebaran. Menenggak minuman beraroma spiritus. Sempoyongan terjatuh di kakus. Kepala terlebih dahulu berdebum. Kakinya tersangkut di selokan, tempat air bersih berstatus almarhum.

Kota bukan taman bunga tentu saja. Wangi kemangi adalah perihal langka.

Bagaimana dengan desa-desa? Apakah masih ada adab di sana?

Entahlah! Televisi terlalu sering menyaru sebagai peri baik hati. Iklan-iklan berhamburan menyamar sebagai kawan. Gawai dalam genggaman begitu rekat.  Menggantikan tempat Malaikat pencatat.

Lalu di mana sawah, bukit dan sendang yang dulunya tempat para pendulang kebaikan membasuh keringatnya dengan cara berjumpalitan.  Apakah telah punah menjadi sejarah, atau sekedar terlupakan karena diputuskan zaman menjadi pihak yang kalah?

Bisa jadi! Kabut sekarang cuma hamparan selimut mati. Embun kini hanya kotoran mata pagi. Wajahnya lusuh. Tatapannya keruh. Diaduk peluh peradaban yang begitu cepat runtuh.  Lumpuh!

Bogor, 16 September 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun