Warna senja itu sekilas seperti hawa amarah yang baru saja reda. Â Merah suam-suam kaca. Â Laksana pipi seorang dara ketika disuapi cinta pertama.
Lama kelamaan memudar ditelan kabut. Â Turun dengan lembut. Â Merengkuh tanah-tanah basah. Â Di kaki rumpun bunga yang lamban merekah.
Memang bukan waktunya. Â Bunga adalah duta bahagia bagi mata. Â Dimekarkan pagi. Â Ditumbuhkan keluasan hati.
Senja menumbuhkan hal lainnya. Â Temaramnya adalah ruang tunggu yang ditata sempurna. Â Bagi terbangnya doa-doa. Â Menguar ke angkasa. Â Menemani bintang-bintang yang kesepian. Â Di aula langit yang berantakan.
Cerita senja diturunkan turun temurun. Â Sebagai pengantar tidur anak-anak yang kini dijejali banyak kisah majnun. Â Dari permainan di gawai yang diperankan para lanun. Â Mengingatkan mereka. Â Jangan pernah lupa pada waktu apa mereka seharusnya berdoa.
Ini sedikit saja cerita mengenai senja. Â Sebelum malam datang dengan matanya yang buta. Â Meneriakkan kegelapan. Â Menjeritkan kesunyian. Â Seperti dongeng-dongeng dahulu kala. Â Saat Malin Kundang membatu di tubuh arca.
Bogor, 3 September 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H