Teng! Teng! Teng!
Suara lonceng sebanyak 3 kali itu membangunkan Ais. Â Keringat dingin membanjiri sekujur tubuhnya. Â Perutnya sedikit kejang. Â Kakinya pegal-pegal. Â Nafasnya tersengal-sengal. Â Entah mengapa, rasa penat yang dibawanya dari perjalanan selama lebih dari 24 jam dari sebuah daerah di Sumatera tetap terasa. Â Padahal dia sengaja tidur sedari sore. Â Berharap kelelahannya jauh berkurang. Â Namun yang terjadi justru sebaliknya. Â Tubuhnya tambah sakit semua. Â Seolah tidur lebih dari 8 jam tadi malah menguras banyak sekali tenaga.
Dia memang tertidur dengan lelap. Â Namun dalam lelap itu Ais bermimpi. Â Mimpi yang sederhana sebenarnya. Â Tapi mimpi itu membuatnya letih sekali. Â Ais mimpi BERLARI. Â Tanpa henti! Â Ais merasa di dalam mimpi itu dia dikejar-kejar oleh sesuatu yang misterius. Â Sesuatu yang tidak nampak, tapi meniupkan hawa dingin yang mendirikan bulu tengkuk.
Sesuatu itu kadang berupa bayangan. Â Melangkah terseok-seok menuju arahnya berdiri. Â Kontan Ais berlari. Â Siapa sih yang tidak ngeri melihat sesosok bayangan menghampiri, dengan langkah terhuyung-huyung dan kaki diseret?
Terkadang juga sesuatu itu berupa suara. Â Suara berbisik yang membuat Ais bergidik bukan kepalang; tolooong....toll...longlah..ak..aku. Â Ais tidak usah dikomando untuk segera berlari. Â Suara itu menusuk-nusuk gendang telinganya. Â Sakit sekali. Â Seolah orang yang berbisik ada di sebelahnya sambil menusukkan jarum kecil ke dalam telinganya. Uuhh.
Lalu sesuatu itu menyerupai penampakan air. Â Bukan sembarang air. Â Satu saat Ais merasa ada air bah yang menderu-deru hendak menyapunya. Â Ais lintang pukang menghindar. Â Berhasil menghindari air bah tapi dia justru terpeleset masuk ke dalam sumur yang tak terlihat karena air menggenang di mana-mana. Â Saat gelagapan hendak tenggelam, Ais memegang sepasang tangan yang terulur kepadanya. Â Begitu sampai di bibir sumur, tangan itu ternyata milik seseorang yang tidak jelas mukanya namun kelihatan sekali bahwa tubuh orang itu hanya tinggal tulang belulang. Â Ais berlari sekencangnya.
Di saat lain, air itu adalah darah yang menetes-netes di dinding kamar. Â Makin lama makin pekat. Â Membanjiri seisi kamar. Â Ais bersicepat lari keluar kamar. Â Aliran darah itu tetap mengejarnya, meski Ais merasa dia telah sampai di pintu gerbang kampus, tapi aliran darah kental dan berbau anyir itu ternyata ada tepat di belakangnya. Â Dibawa oleh sesosok tubuh yang bergelimang darah pekat kehitaman. Â Hiiihhh. Â Benar-benar gila!
Suara lonceng itulah yang menyelamatkan Ais dari kelelahan bertubi-tubi. Â Ais sangat bersyukur karenanya. Â Untunglah, staminanya yang selalu terjaga karena dia suka menari, membuatnya cepat bisa memulihkan diri.
Ais memang seorang penari. Â Sejak kecil dia berlatih semua tarian. Â Termasuk yang paling disukainya adalah tarian Jawa. Â Ais asli Sumatera namun sangat menyukai tarian Jawa. Â Salah satu yang menjadi favoritnya adalah tari Bedhaya Ketawang. Â Salah satu tari kuno kerajaan Surakarta yang biasanya dilakukan hanya pada saat mengiringi sebuah kenaikan tahta. Â Sebuah tarian yang juga dipercaya sebagai tarian kesukaan ratu laut selatan, Nyi Roro Kidul.
Di kampus, Ais rajin berlatih menari bersama sahabatnya Reina. Â Gadis sunda yang juga memiliki hobby sama. Â Termasuk juga pilihan untuk menyukai tarian Jawa. Â Khususnya Bedhaya Ketawang.
----