Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lonceng 3 Kali di Wisma Landhuis (Bagian 1 dari 3 Bagian)

4 Agustus 2018   20:53 Diperbarui: 4 Agustus 2018   21:26 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Teng! Teng! Teng!

Suara lonceng sebanyak 3 kali itu membangunkan Ais.  Keringat dingin membanjiri sekujur tubuhnya.  Perutnya sedikit kejang.  Kakinya pegal-pegal.  Nafasnya tersengal-sengal.  Entah mengapa, rasa penat yang dibawanya dari perjalanan selama lebih dari 24 jam dari sebuah daerah di Sumatera tetap terasa.  Padahal dia sengaja tidur sedari sore.  Berharap kelelahannya jauh berkurang.  Namun yang terjadi justru sebaliknya.  Tubuhnya tambah sakit semua.  Seolah tidur lebih dari 8 jam tadi malah menguras banyak sekali tenaga.

Dia memang tertidur dengan lelap.  Namun dalam lelap itu Ais bermimpi.  Mimpi yang sederhana sebenarnya.  Tapi mimpi itu membuatnya letih sekali.  Ais mimpi BERLARI.  Tanpa henti!  Ais merasa di dalam mimpi itu dia dikejar-kejar oleh sesuatu yang misterius.  Sesuatu yang tidak nampak, tapi meniupkan hawa dingin yang mendirikan bulu tengkuk.

Sesuatu itu kadang berupa bayangan.  Melangkah terseok-seok menuju arahnya berdiri.  Kontan Ais berlari.  Siapa sih yang tidak ngeri melihat sesosok bayangan menghampiri, dengan langkah terhuyung-huyung dan kaki diseret?

Terkadang juga sesuatu itu berupa suara.  Suara berbisik yang membuat Ais bergidik bukan kepalang; tolooong....toll...longlah..ak..aku.  Ais tidak usah dikomando untuk segera berlari.  Suara itu menusuk-nusuk gendang telinganya.  Sakit sekali.  Seolah orang yang berbisik ada di sebelahnya sambil menusukkan jarum kecil ke dalam telinganya. Uuhh.

Lalu sesuatu itu menyerupai penampakan air.  Bukan sembarang air.  Satu saat Ais merasa ada air bah yang menderu-deru hendak menyapunya.  Ais lintang pukang menghindar.  Berhasil menghindari air bah tapi dia justru terpeleset masuk ke dalam sumur yang tak terlihat karena air menggenang di mana-mana.   Saat gelagapan hendak tenggelam, Ais memegang sepasang tangan yang terulur kepadanya.  Begitu sampai di bibir sumur, tangan itu ternyata milik seseorang yang tidak jelas mukanya namun kelihatan sekali bahwa tubuh orang itu hanya tinggal tulang belulang.  Ais berlari sekencangnya.

Di saat lain, air itu adalah darah yang menetes-netes di dinding kamar.  Makin lama makin pekat.  Membanjiri seisi kamar.  Ais bersicepat lari keluar kamar.  Aliran darah itu tetap mengejarnya, meski Ais merasa dia telah sampai di pintu gerbang kampus, tapi aliran darah kental dan berbau anyir itu ternyata ada tepat di belakangnya.  Dibawa oleh sesosok tubuh yang bergelimang darah pekat kehitaman.   Hiiihhh.  Benar-benar gila!

Suara lonceng itulah yang menyelamatkan Ais dari kelelahan bertubi-tubi.  Ais sangat bersyukur karenanya.  Untunglah, staminanya yang selalu terjaga karena dia suka menari, membuatnya cepat bisa memulihkan diri.

Ais memang seorang penari.  Sejak kecil dia berlatih semua tarian.  Termasuk yang paling disukainya adalah tarian Jawa.  Ais asli Sumatera namun sangat menyukai tarian Jawa.  Salah satu yang menjadi favoritnya adalah tari Bedhaya Ketawang.  Salah satu tari kuno kerajaan Surakarta yang biasanya dilakukan hanya pada saat mengiringi sebuah kenaikan tahta.  Sebuah tarian yang juga dipercaya sebagai tarian kesukaan ratu laut selatan, Nyi Roro Kidul.

Di kampus, Ais rajin berlatih menari bersama sahabatnya Reina.  Gadis sunda yang juga memiliki hobby sama.  Termasuk juga pilihan untuk menyukai tarian Jawa.  Khususnya Bedhaya Ketawang.

----

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun