Di tempat sarapan, pagi itu Ais nampak begitu kuyu. Â Tenaganya habis terkuras dinihari tadi melawan mimpi sekaligus melihat penampakan seorang gadis yang entah darimana bangun dari ranjang Reina. Â Ayah ibu Ais terlihat sangat cemas melihat Ais. Â Mereka khawatir Ais sakit. Â Acara wisuda akan dimulai pukul 8 pagi. Â Dan mereka belum melihat Reina sejak pagi.
Ais mengangkat muka begitu mendengar ibunya bertanya dimana Reina. Â Bergegas gadis itu hendak masuk kembali ke kamarnya. Â Jangan-jangan Reina kesiangan. Â Begitu selesai episode menakutkan dinihari tadi, Ais memang tidak balik tidur di kamarnya. Â Memilih tidur bersama ayah dan ibunya. Â Mencari ketenangan.
Langkah Ais terhenti sebelum sampai ke kamarnya. Â Dia melihat seorang tua bersandar di pintu dapur di kejauhan sambil merokok. Â Sesuatu terlintas di benak Ais. Â Setengah berlari Ais mengarah ke orang tua itu.
"Maaf Mang, punten. Apakah di sekitar kampus ini memang ada petugas ronda kalau malam?" Ais mengeluarkan rasa penasarannya.
Pak tua itu menoleh sambil tersenyum. Â Memperlihatkan giginya yang sudah ompong semua.Â
"Tentu ada neng. Â Satpam selalu rutin berkeliling kampus setiap beberapa jam bila malam."
Ais menggeleng," maksud saya, apakah satpam juga membunyikan lonceng setiap jam Mang?"
Pak tua itu menghentikan isapan rokoknya. Â Memandangi Ais dengan wajah serius. Â Bahkan sampai membuang rokoknya yang masih menyala dan tersisa setengahnya lagi.
"Neng dengar suara lonceng? Kapan Neng? Â Berapa kali bunyi loncengnya Neng? Â Neng tidur di kamar mana?"
Ais gelagapan diserbu pertanyaan bertubi-tubi pak tua itu. Â Sepertinya cerita tentang bunyi lonceng sangat menarik perhatian si bapak tua.
"Tadi pagi Mang. Â Sebelum subuh. Â Saya mendengarnya berbunyi 3 kali. Â Setelah itu dua kali lagi saya mendengar bunyi lonceng yang sama. Â 3 kali juga. Â Oh iya, saya dan teman saya menginap di kamar 101."