Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi │Ritme Gerimis dan Percikan Cahaya

4 Agustus 2018   10:26 Diperbarui: 4 Agustus 2018   12:59 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.publicdomainpictures.net

Kau gila! Tak mungkin aku menyamakanmu dengan Hyena. Kau adalah padang savananya! Induk semang dari segala perburuan. Sementara aku, pendulang cuaca yang mengumpulkan kemarau dan hujan, pada saat bersamaan. Kelak aku taburkan, dengan cara bergantian. 

Begitu kau lengah, kau akan menggigil kedinginan, sekaligus meringkuk kepanasan. Lalu berdoa agar aku datang. Membawakanmu segulung perkamen. Berisi matahari dan musim salju. Agar kau tersembuhkan. Dari ancaman beku dan menjadi abu.

Ini bukan cerita tentang pemangsa dan mangsanya. Ini adalah kisah antara lebah dan sarang madu di pokok Sialang. Ribuan cinta berkumpul di sana. Setelah ribuan kematian dikorbankan, dengan meninggalkan ribuan sengat di altar persembahan.

----

Kau salah! Sungguh gila jika aku menuduhmu sebagai tetesan dari sekumpulan bisa. Kau adalah seutuhnya Kobra! Menarikan keindahan mematikan. Bagi rindu yang terabaikan. Sedangkan aku, pemulung rindu yang berjalan terseok-seok, di gang sempit dan tanjakan curam. Mencarimu yang disembunyikan malam. Menemukanmu, di antara tumpukan puing bulan.

Aku merengkuhmu. Di kedalaman kalbu. Berdiamlah di sana. Selamanya. Tak akan lagi aku berencana mengabutkan cuaca. Ataupun mengaburkan airmata. Karena sesungguhnya kau adalah pendar dari bianglala yang dilahirkan dari rahim cinta, antara ritme gerimis dan percikan cahaya. 

Bogor, 4 Agustus 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun