Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Mata Pagi dan Mata Senja

21 Juli 2018   16:32 Diperbarui: 21 Juli 2018   16:52 478
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mata pagi adalah mata bayi.  Memandang sekeliling dari kedalaman hati.  Semua dianggap baik-baik saja.  Tak ada jumawa, murka maupun buruk muka. Embun adalah pembasuh sempurna untuk mata yang baru terjaga.  Matahari adalah penghangat tiada dua bagi mata yang kelamaan dibekap malam.

Mata pagi hadir mewakili mimpi.   Mempersiapkan apa saja bagi terjadinya sebuah peristiwa di guludan masa depan.  Paling tidak sampai malam selanjutnya berkerumun datang. 

Mata pagi terbuat dari anyaman jerami.  Mudah putus jika dikalangi api. 

Semua ini sebenarnya tentang sebuah rencana dan bagaimana cara memulai.

----

Mata senja adalah mata kamera.  Menyorot drama apa saja yang telah dilakukan seharian.  Apakah itu kisah tentang anak jalanan yang duduk kelaparan di bawah jembatan layang, atau rangkaian gerbong kereta api yang membawa sejumlah cita-cita yang memilih mondar mandir pergi.  Mata senja merekam semua dengan hati-hati.

Mata senja bisa memutuskan apa saja yang hendak dibawa oleh orang-orang menuju malam.  Apakah itu jiwa-jiwa yang patah hati, atau justru bangkitnya ruh dari orang-orang yang tak pernah menyerah pada luruh.

Mata senja terjalin dari hasil tenunan langit terhadap matahari.  Dikenakan sebentar oleh waktu.  Untuk kemudian disimpan lagi dalam kedalaman haru biru.

Semua ini sesungguhnya adalah bagaimana hari-hari dibesarkan.  Melalui pengasuhan yang rumit atau menyenangkan.

Kampus Fahutan IPB, 21 Juli 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun