Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi │Aku adalah Debu dari Waktu

15 Juli 2018   06:35 Diperbarui: 15 Juli 2018   08:10 601
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cukup satu lemparan kabut. Pagiku pasti bertekuk lutut. Aku tak lebih dari satu kali ketukan nadi. Dibandingkan darah yang mengaliri hati. Jutaan kali.

Cukup satu percikan embun. Pupus sudah segala rabun. Mata ini seringkali ditetesi racun. Setiap hari bertingkah sebagai lanun. Melihat rupa-rupa menyesatkan. Menatap hal-hal yang menghanguskan pikiran.

Cukup satu peringatan dari cuaca.  Berupa hujan, badai atau pecahan petir. Aku seperti bumi. Mesti menerima dengan senang hati. Ini adalah sebuah kepastian. Tidak pada tempatnya melakukan penolakan.

Cukup satu kali saja. Kau bersembunyi dariku. Menyusup di padang ilalang. Melenyapkan diri seolah kunang-kunang. Di waktu siang. Aku terluka oleh lengan tajamnya. Termasuk juga tersesat sebab tiada cahaya.

Aku, irisan kecil dari debu

Melayang dengan arah tak tentu

Dibawa angin kemanapun pergi

Berhenti hanya jika anginnya mati

Aku, adalah abu dari waktu

Dari tungku yang dibakar mau

Segera lenyap tak berbekas

Begitu nyala api beranjak tuntas

Bogor, 15 Juli 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun