Di depan gedung pengadilan. Â Pria tambun berpakaian perlente itu menatap pongah pada kerumunan kamera. Â Dia dinyatakan tidak bersalah oleh pengadilan atas kasus korupsi yang dituduhkan kepadanya. Â Sorotan lampu blitz tak pernah berhenti menerpa muka sang pejabat. Â Memantulkan wajah bopeng hukum yang dengan mudah bisa ditelikungnya.
Pria itu memasuki mobil mewah yang telah menunggunya. Â Sebuah mobil limousin panjang hitam dan berkilau. Â Sang ajudan memberi hormat dengan gaya berlebihan, membukakan pintu belakang, menutupnya setelah sang pejabat masuk, lalu menghenyakkan pantatnya di samping pengemudi.
Sang pejabat menghapus sedikit peluh di dahinya. Â Mengetuk jendela pemisah antara pengemudi dan penumpang. Â Memberi isyarat supaya cepat pergi. Â Dia juga harus menelepon beberapa orang. Â Penting.
Limousin itu bergerak meninggalkan gedung pengadilan. Â Lambat saking banyaknya wartawan peliput yang masih mengejar dan mengetuk pintu jendela meminta pernyataan lebih lanjut dari sang pejabat. Â Sementara sang pejabat di dalam mobil dengan santainya menelepon kesana kemari mengabarkan kepada para koleg mengenai kemenangannya.
"kabari aku kalau kalian nanti terlibat masalah yang sama mengenai korupsi. Â Aku akan membereskannya!"
Sang Pejabat meletakkan hape. Â Merasakan ada seseorang. Â Menoleh ke samping tempatnya duduk yang tadinya kosong. Â Lelaki itu tersenyum kepadanya. Â Taring panjang berkilat terlihat di kedua sudut mulutnya yang menyeringai.
-----
Seorang pejabat teras negeri ini tewas kehabisan darah di dalam limousin mewah miliknya.
Tubuhnya mengering seperti pohon jati yang disuntik mati.
Ajudan dan pengawal tidak menyadari atasannya mati. Â Baru sadar setelah sampai di rumah.
Tajuk-tajuk berita itu menghiasi media cetak maupun elektronik. Â Sania tidak paham apa yang terjadi meskipun berkali-kali pop up broadcast bertubi-tubi singgah di layar hapenya. Â Gadis ini lebih memilih browsing tentang drakula. Â Masih merinding mengingat kejadian di rumah Sonya.