Aku merindukanmu. Â Seperti cara rindu pohon sialang yang kehilangan sarang madu. Â Batang dan dahannya terlalu lemah. Â Hampir rebah. Â Tak cukup kuat menjadi rumah bagi ribuan lebah.
Aku merindukanmu. Â Seperti cara rindu lautan yang kehilangan terumbu. Â Airnya terlalu asin. Â Dihujani dahsyatnya airmata orang-orang yang kehabisan lilin. Â Gelap terlalu pekat. Â Tak ada sedikitpun cahaya mau mendekat.
Aku merindukanmu. Â Seperti cara merindu kampung halaman terhadap para petualang yang enggan pulang. Â Di saat lebaran. Â Ketika para orangtua berharap anak-anaknya mengotori halaman dengan teriakan-teriakan. Â Bapak ibu, kami ingin sekali mencium tangan kalian.
Aku merindukanmu. Â Seperti cara merindu padang savana terhadap cakaran dan auman singa. Â Hewan-hewan perkasa itu sedang menuju binasa. Â Dilibas zaman yang melahirkan angkara merajalela. Â Dari manusia.
Aku merindukanmu. Â Seolah tak ada lagi waktu. Â Seperti jarum yang berharap segera ditemukan. Â Di tumpukan jerami yang berantakan.
Aku merindukanmu. Â Seperti semua itu. Â Tak ada pilihan bagimu. Â Kecuali berkirim salam kepadaku.
Pelalawan, 5 Juni 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H