Senja terjaga. Membuka mata. Menyiapkan kata-kata; ini persembahanku satu-satunya. Bagi hari-hari yang kehausan. Kelaparan. Dan berkelindannya dendam.
Malam mencekam. Matanya terpejam. Meniupkan kusam; ini warna kebanggaanku. Untuk lelap yang rajin kau jamu. Pada rindu. Sendu. Dan bekas sayatan sembilu.
Dua fase waktu. Bertemu di bawah temaram bulan. Mengadakan perjanjian. Siapa yang lebih keliru. Dalam menerjemahkan tafsir. Pada masing-masing takdir.
Sesungguhnya senja adalah perbatasan. Antara keinginan dan harapan. Ingin menjumpai lelap. Dan berharap tidak terjatuh dalam senyap.Â
Seperti bahasa hujan terhadap lautan yang menjadikannya awan. Senjapun punya bahasa yang hampir sama terhadap malam yang menjadikannya pintu gerbang.
Seperti kata-kata pucuk cemara terhadap angin yang menggerakkannya ke empat penjuru. Menyaksikan lembah yang membisu. Tapi diramaikan oleh kabut yang membawa serta haru biru.
Bogor, 2 Juni 2018Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H